Langsung ke konten utama

Sejatinya tidak ada denial untuk mencintai

Denialisme. Sesuatu yang disebut-sebut sebagai tindakan primitif yang dilakukan manusia untuk mempertahankan dirinya. Aku sering melakukannya. Kamu dan orang lain pun begitu, karena kita manusia. Aku sering melakukannya. Ketika keadaan memaksaku untuk tetap tegak, aku akan menghalau semua hal yang mengusikku, walaupun itu nyata. Aku sering melakukannya. Ketika keadaan benar-benar baik dan aku tidak ingin merusaknya. Ya, aku sering melakukannya. Ketika aku jatuh cinta.

Entah sudah berapa banyak rasa 'nyaman' yang kutepis, sudah berapa banyak rasa yang kukubur dalam-dalam, sudah berapa banyak rindu yang tak terobati, dan sudah berapa banyak ekspektasi yang kujatuhkan sendiri. Penyangkalan-penyangkalan ini memang membuat segalanya berjalan baik-baik saja, tidak ada yang spesial. Pun membuatku menjadi manusia yang ahli dalam menyembunyikan perasaan.

Aku berterima kasih kepada semua orang yang menyadarkanku bahwa sebenarnya aku tidak perlu menyangkal perasaanku sendiri, sejatinya tidak perlu denial untuk mencintai orang lain. Bahwa cinta itu merupakan perkara yang sarat akan kompleksitas, maka perasaan itu tidak mungkin bersemi begitu saja. Penyangkalan terhadap kenyataan bahwa aku mencintainya hanya akan membuatku semakin kalut, bahkan takut untuk berbuat sesuatu yang baik dengannya.

Jadi, biarkan aku berbagi.
Bahwa sejatinya tidak ada denial untuk mencintai. Biarkan perasaan itu bersemi dan mengisi. Lagipula, apa yang salah dari mencintai dalam hati? Bukankah kamu dan dia masih dapat saling berbagi?
Biarkan rasa itu tetap ada, sampai keadaan benar-benar baik untuk mengungkapkannya. Atau kamu hanya akan tetap memendamnya?


Berbahagialah,
-Sal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : The True Power of Water

Judul : The True Power of Water Penulis: Masaru Emoto Pengantar Buku : KH. Abdullah Gymnastiar Penerbit : MQ Publishing Tahun Terbit : 2006 Cetakan ke : 1 Tebal Buku : 192 halaman           Ini adalah buku ilmiah yang pernah meraih "The New York Times Best Seller"  yang ditulis oleh seorang saintis Jepang, Masaru Emoto.  The True Power of Water merupakan buku kedua Masaru Emoto setelah buku pertamanya, The Hidden Message in Water . Buku ini berisi tentang penelitian Emoto mengenai air dan kekuatannya yang menakjubkan. Penulis mengatakan bahwa penelitian yang dilakukannya tidaklah mudah, ia harus rela menghabiskan waktu berjam-jam di sebuah ruangan bersuhu -15 derajat celcius demi melihat dan mengambil gambar pengkristalan air yang hanya muncul sekitar 20-30 detik.            Penilitiannya membuktikan bahwa air memiliki pesan yang tersembunyi di dalamnya. Hal ini dikarenakan air sangat sensitif terhadap suatu energi yang sulit dilihat di alam semesta yang diseb

-a conflict

Dog days-dog days seem never be bored to bother me. My mind says "suicide?" My heart says "no, no" Maybe someday they'll say "long story short, i survived" Or maybe not. -Sal

Day 30. What I feel when I write

-Epilog- Lebih tepatnya aku malu dengan diriku sendiri karena kemampuan menulisku sudah tidak sebagus dulu lagi. Bahkan ketika aku memaksa diriku untuk menulis selama 30 hari, tetap saja aku tidak bisa mengembalikan apa-apa yang dulu kupunya. Mungkin aku telah berevolusi menjadi pribadi yang berbeda? Tapi aku senang. Aku jadi banyak berdialog dengan senandikaku sendiri, lebih tepatnya mendebat. Karenanya aku lebih memahami tentang diriku sendiri, terlebih tentang perasaan-perasaan yang kupikir sudah hilang, namun sebenarnya masih ada serpihannya barang sedikit hehe Aku berterima kasih kepada kalian semua yang sudah membaca tulisan-tulisan tidak jelas ini. Bahkan beberapa dari kalian banyak yang memberikanku inspirasi! Terima kasih banyak! Mungkin setelah ini aku akan jarang mampir kemari, karena aku sudah disibukkan dengan kegiatan koasistensi :) jadi, sampai jumpa lagi! -Sal